salam

Sabtu, 18 Juni 2011

 Tetap Waspada di Era Terbuka

Dakwah bukanlah pemuas nafsu. Jadi, adalah salah bila seseorang melaksanakan dakwah dengan tujuan untuk melampiaskan unek-unek, mengumbar kejengkelan, memuntahkan segala rasa keterpurukan, atau mengejar ambisi-ambisi pribadi. Dakwah adalah aktivitas untuk menegakkan kalimatullah. Dan tegaknya kalimatullah ditandai dengan empat hal, seperti yang digambarkan dalam  Quran:
“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sesungguhnya akan menjadikan mereka berkuasa (khalifah) di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum kamu berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diredhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap mengabdi kepada-Ku  dengan tidak mempersekutukan sesuatu apa pun dengan-Ku.” (An-Nur 55)
Memperhatikan ayat di atas bisa dipahami bahwa di antara indikasi tegaknya kalimatullah adalah:
  1.  Kaum Muslimin memegang kendali kepemimpinan manusia.
  2.  Kokohnya agama Islam dengan bukti Islam dijadikan rujukan dalam kehidupan.
  3.  Tumbuhnya rasa aman, tenteram, dan kedamaian dalam kehidupan manusia. Dan hanya di saat kondisi umat Islam seperti itulah, maka
  4.  Pengabdian utuh -tanpa kemusyrikan, apa pun bentuknya- dipersembahkan kepada Allah swt.

Oleh karena itu, sekali lagi, sukses dakwah janganlah diukur oleh semata-mata keberanian seorang da'i memekikkan segala protes dan perlawanan terhadap kondisi dan situasi yang berlangsung. Sukses dakwah Islam dapat diukur oleh –antara lain- ayat yang disebutkan di atas.
Atas dasar itu semua, maka setiap da'i berkewajiban menjaga keberlangsungan dakwah. Dan keberlangsungan dakwah didukung oleh antara lain kewaspadaan. Allah swt. berfirman:  “Wahai orang-orang yang beriman, waspadalah kalian, maka majulah kalian (ke medan jihad) secara berkelompok-kelompok atau majulah bersama-sama.” (An-Nisa 71)
Ayat  ini menegaskan beberapa hal: pertama, agar umat Islam bisa melanjutkan proyek dakwah dan jihad maka harus selalu bersikap waspada. Kedua, kewaspadaan itu penting karena  kita menginginkan dakwah dan jihad terus berlangsung hingga kemenangan Islam dianugerahkan Allah, bahkan hingga  hari kiamat. Oleh karenanya, jangan sampai kita berjuang tanpa kewaspadaan dan perhitungan cermat dengan dalih tidak ada yang perlu ditakuti selain Allah. Dan jangan pula kita hanya terus menerus waspada dan menngkatkan kehati-hatian tapi tidak melakukan apa pun dan hanya diam saja. Persis seperti orang yang berada di pinggir jalan. Dia menengok tak henti-henti ke kanan-kiri jalan. Tapi tidak juga menyebrang jalan. Segala kewaspadaan itu pentiNg untk menjaga amniyah (keamanan) dakwah

Hal-hal yang perlu dijaga amniyyah (keamanan)-nya adalah:
1.       Qiyadah (pimpinan) dakwah.
Qiyadah adalah faktor sangat penting dalam perjuangan. Al-Quran melukiskan betapa kaum Bani Israil tidak mampu melakukan perlawanan terhadap penjajah karena tidak memiliki qiyadah. Karenanya kemudian mereka memohon kepada Allah swt. agar Dia berkenan mengutus seorang pemimpin.
Para sahabat melakukan pengamanan terhadap diri Rasulullah saw. dalam rangka menjaga kesinambungan dakwah. Abu Bakar Ash-Shiddiq, misalnya, secara langsung menjadikan dirinya sebagai tameng bagi Rasulullah saw. saat mereka berdua berhijrah ke Yatsrib (Madinah sekarang). Bahkan Abu Bakar Ash-Shiddiq rela menderita demi keselamatan Rasulullah saw. Padahal baik Rasulullah saw. maupun  Abu Bakar yakin seyakin-yakinnya bahwa Allah swt. akan membela nabi-Nya.
Sa’ad Bin Abi Waqqash pun pernah melakukan hal serupa. Pada suatu malam dalam sebuah pertempuran, Rasulullah saw.  bermalam di dalam sebuah tenda. Sa’ad Bin Abi Waqqash merasa tidak nyaman tidur karena takut ada hal-hal buruk terjadi pada Rasulullah saw. Maka ia pun datang seraya menghampiri tenda Rasulullah saw. Mengetauhi ada orang yang datang, Rasulullah saw. bertanya, “Siapa di luar?” Sa’ad menjawab dengan menyebutkan namanya. Rasulullah saw. bertanya lagi, “Untuk apa kamu datang ke sini?” Sa’ad menjawab, “Aku datang ke sini karena ada rasa cemas sesuatu menimpa dirimu.” Maka Rasulullah saw. mendokan Sa’ad dengan mengatakan, “Ya Allah kabulkan doa Sa’ad bila ia memohon kepada-Mu.” Itu semua menunjukkan betapa pentingnya menjaga amniyyah para qiyadah.

2.      Strategi Dakwah.
Strategi dakwah adalah termasuk hal penting untuk dijaga dan tidak diobral kepada setiap orang. Rasulullah saw. melakukan ini saat mau berhijrah ke Madinah. Bahkan keluarga Abu Bakar Ash-Shiddiq pun tidak semuanya mengetahui tencana kepergian beliau ke Madinah. Sementara itu Ali Bin Abi Thalib yang ditugaskan Rasulullah saw. untuk tidur menempati tempat tidur Rasulullah saw. lebih memilih mendapatkan pukulan-pukulan dari orang-orang Quraisy dari pada membongkar rahasia perjalanan Rasulullah saw. Dan dalam setiap pertempuran Rasulullah selalu merahasiakan rencana-rencana yang dibuat. Sehingga ketika ada seorang sahabat, namanya Hatib Bin Abi Balta’ah, yang karena rasa kasihan terhadap saudara-saudaranya yang ada di Makkah membocorkan rencana penyerangan terhadap kota Makkah, Rasulullah saw. menghukmnya.

3.      Basis Dakwah
Dakwah memerlukan basis sosial yang menjadi pendukung dakwah. Tentu saja setiap pendukung dakwah harus siap berkorban untuk Islam dengan segala yang dimilikinya. Namun demikian  dakwah harus pula memikirkan dan merencanakan agar para pendukung dakwah tidak menjadi korban kecerobohan atau kekurangcematan. Pentingnya menjaga amniyah para pendukung dakwah digambarkan oleh Allah swt. dengan firman-Nya melalui lisan Nabi Isa, “Siapakah penolong-penolongku ke jalan Allah?” (Ash-Shaff 14)

4.      Aset-aset Material Dakwah
Meskipun aspek material dan fisik bukanlah hal utama dalam dakwah namun ia memiliki daya dukung yang cukup berarti bagi kelancaran dakwah. Oleh karena itu para kader dakwah harus memikirkan untuk mengamankan aset-aset dakwah tersebut. Allah swt. berfirman:
“Dan persiapkanlah oleh kalian untuk menghadapi musuh-musuh itu kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat, yang dengannya kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu, dan orang-orang lain selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya.” (Al-Anfal 60)
Bagaimana mengamankan itu semua? Ada pelajaran penting dari apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. di Makkah setelah memasuki era dakwah secara terbuka (jahriyyah):

Pertama, Rasulullah saw. menghindarkan kaum Muslimin agar tidak masuk dalam pertarungan yang tidak berimbang. Rasulullah saw. tentu saja orang yang paling yakin dengan segala janji Allah swt. Namun demikian ia tetap bergerak dalam bingkai sunnatullah. Beliau melakukan segala sesuatu yang memang diperlukan bagi terciptanya perubahan. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan satu satu kaum hingga mereka sendiri mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka.” (Ar-Ra'd 11).
Untuk itu Rasulullah saw. melakukan dua hal:
1)      Menjauhkan para pengikutnya dari suasana pertarungan dan terus membina mereka dengan segala bekal yang diperlukan jika pertarungan itu tiba saatnya. Dalam rangka itu maka Rasulullah saw. memilih rumah Al-Arqam sebagai basis pembinaan. Dan pembinaan itu berjalan terus hingga Umar Bin Khattab masuk Islam, tahun VI dari kenabian.
2)      Rasulullah saw. membina para pengikutnya untuk berdisiplin dan mampu menengendalikan diri. Di samping usaha beliau untuk menjauhkan para pengikutunya dari suasana pertarungan, Rasulullah saw. juga mengarahkan para sahabatnya untuk memiliki mental disiplin, penyabar, dan mampu mengendalikan hawa nafsu. Dan itu didukung oleh arahan-arahan rabaniyyah yang turun saat itu, misalnya, “Dan ikutilah apa-apa yang iwahyukan kepadamu dan bersabarlah hingga Allah memberikan keputusan. Dan Dialah sebaik-baik pemberi putusan.” (Yunus 109) dan firman-Nya pula, “Bersabaralah atas apa yang mereka katakan.” (Al-Muzzammil 10)

Karenanya ketika Khabbab Bin Al-Arat mengadu kepada Rasulullah saw. tentang imtimidasi yang dideritanya, Rasulullah saw. memesankan, “Sungguh telah terjadi pada umat-umat terdahulu sebelum kamu, mereka disisir tubuhnya dengan sisir besi sehingga memisahkan tulang dari dagingnya; dan yang lainnya digergaji hingga membelah tubuhnya, namun hal itu tidak membuat mereka berpaling dari agama mereka… akan tetapi kalian memang terburu-buru.”
Kedua, Rasulullah saw. mengarahkan para sahabat agar menghindari kekerasan. Dalam rangka itu Rasulullah saw. melakuan tiga hal:
1) memperkuat soliditas internal. Ini dilakukan dengan cara memperkokoh ukhuwwah islamiyyah. Imam Al-Baihaqi meriwayatkan, “Adalah Rasulullah saw. menyatukan satu atau dua orang yang baru masuk Islam dengan seseorang yang mempunyai keleluasaan harta, agar mereka bisa ikut makan dari makanan yang dia miliki.” Dan hal itu bukan saja bermakna takaful maddi (solidaritas material) namun lebih jauh dari itu membuang segala kesenjangan dan batas penghalang di antara sesama Muslim.
2) Memberikan pemahaman, pencerdasan, dan menanamkan optimisme di kalangan kaum Muslimin. Tidak hal yang lebih berhaya dalam perjuangan selain dari frustasi dan pesimisme. Di antara arahan Rasulullah saw. saat itu adalah, “Demi Allah. niscaya Dia akan menyempurnakan  urusan ini hingga seorang pengendara berjalan dai Shan’a ke Hadramaut tanpa takut apa pun selain Allah dan takut srigala memangsa kambingnya. Akan tetapi kalian terburu-buru.” Dan saat itu pula Rasulullah saw. menyampaikan dan mengajarkan segala ajaran Allah yang diterimanya.
3) Sikap bijak dan empati dalam menghadapi orang-orang yang mendapat tekanan atau intimidasi. Ini seperti yang beliau lakukan terhadap Ammar Bin Yasir. Dia merasa sangat sedih dan berdosa karena  dia menyebut berhala saat disiksa oleh orang-orang Quraisy. Namun  Rasulullah saw. menghibur dan memperteguhnya dengan mengatakan, “Jika mereka kembali (melakukan penyiksaan) maka ulangilah lagi.”
Namun tentu saja, sekali lagi, kewaspadaan itu penting karena kita ingin terus bergerak. Oleh karena itu jangan sampai kewaspadaan berarti kemandekan sebagaimana jangan pula keberanian bermakna kesembronoan. Allahu a’lam.

 
 seri :kumpulan taujih tarbawiyah 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar