salam

Senin, 27 Juni 2011

Seri Taujihat Tarbawiyah

Tumbuhkan Kembali Semangat Membina

مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَاداً لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ (آل عمران:79)
“… jadilah kalian orang-orang rabbani disebabkan kalian senantiasa mengajarkan Al Qur-an dan mempelajarinya” (QS.3:79).

Ikhwan dan akhwat fillah, dakwah merupakan kemestian dan kebutuhan yang akan terus berjalan dengan atau tanpa kita. Hanya alangkah ruginya hidup tanpa dakwah dan betapa egoisnya membiarkan dakwah berjalan tanpa kita. Mentarbiyah atau membina merupakan bagian penting dari kerja dakwah. Meninggalkan pembinaan berarti memperlambat lajunya dakwah. Tetapi membina berarti mempercepat tercapainya target-target dakwah dan melanggengkan proses-proses berikutnya.

Mencermati keadaan adanya sejumlah aktivis dakwah yang dahulu begitu rajin dan bersemangat namun kini nampak melunak dan membatasi dirinya untuk hanya menangani satu kelompok saja atau bahkan tidak membina sama sekali maka perlu adanya penyikapan yang jelas tentang hal tersebut.berikut ini ada sejumlah faktor yang mungkin bisa menjadi bahan renungan guna mencegah semakin menggejalanya realitas mengendurnya semangat membina di kalangan aktivis.

Pertama, bahwa dahulu ketika kita digiatkan dengan kerja keras meningkatkan kuantitas kader adalah dimotivasi pemahaman kita tentang nash-nash Qur-an dan hadits. Bahwa rabbaniyyun (ketaqwaan yang prima dapat dicapai lewat mengajarkan dan terus belajar (QS. 3:79). Bahwa keberhasilan kita mengajar seseorang kepada kebaikan lebih berharga ketimbang domba gemuk yang segar atau dunia dan seisinya (Al Hadist). Bahwa merupakan jalan hidup Rasulullah yang mesti kita teladani (QS. 12:108, 33:21)

Kedua, bahwa nash memperingatkan kepada kita bahwa anak dan harta merupakan ujian bagi kita. Anak adalah buah hati yang membuat kita ingin selalu menjaga dekat dengannya dan menghawatirkan kesehatan dan keselamatannya. Dulu ketika belum punya anak atau jumlah mereka belum banyak (kurang dari 3) kita masih disibukkan dengan banyaknya halaqah. Namun tatkala jumlah anak semakin bertambah agaknya waktu kita semakin padat sehingga tugas-tugas membina mulai terkurangi dengan alasan mendidik anak. Hartapun demikian, kita butuh harta untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meluas (makan, pakain, tempat tinggal, pendidikan, hiburan dlsb.) sehingga mulailah kita mengurangi aktivitas dakwah, termasuk membina di antaranya dan memperbanyak aktivitas mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga. Pembinaanpun akhirnya semakin  terpinggirkan. Kita sediakan waktu sisa kita yang dipenuhi dengan keletihan untuk membina dan itupun dengan persiapan yang ala kadarnya. Sehingga dapat dibayangkan betapa kurang efektifnya pembinaan yang akan berjalan. Bahkan terkadang kita menggeser atau lebih mengenaskan lagi, membatalkan pertemuan dengan binaan karena kesibukan kerja dan pada akhirnya sisa satu halaqahpun kita transfer kepada rekan kita yang kita anggap lebih memiliki waktu luang ketimbang kita.

Ketiga, benarkah memang pembinaan yang harus dikorbankan karena keterpaksaan yang tak bisa dihindari (darurat) ataukah sebenarnya kita yang sudah mulai jenuh membina dan ingin cuti lama atau bahkan pensiun di usia dini. Alangkah sayangnya potensi yang penah berhasil menangani belasan halaqah harus diistirahatkan untuk waktu yang entah sampai kapan.

Ikhwan dan akhwat fillah, ketimbang orang lain mungkin memang kita lebih mengenali kenyataan diri dan apa yang terbaik bagi kita dan keluarga. Maka maafkanlah kami bila terlalu lancang meminta kesadaran untuk bernostalgia kembali, mengenang kenikmatan menangani banyak halaqah di masa lalu dan lantas mengajak untuk berkorban menyediakan waktu lebih lama dan menyalakan semangat lebih terang guna menyemarakkan kembali pembinaan.

Ikhwan dan akhwat fillah, marilah kita menyambutnya dengan meramaikan kembali rumah kita dengan kehadiran kader-kader dakwah. Membuat anak-anak kita senang dan bangga dengan kekayaan murid ayah dan ibunya (meskipun kita belum dapat menyenangkan mereka dengan kekayaan harta dan kesenangan dunia lainnya). Jadikanlah suasana rumah lebih merdu dengan dentingan gelas minuman yang kita sajikan untuk mereka dan keberkahan yang melekat di seluruh penjuru ruangan dengan lantunan tilawah Qur-an puluhan suara-suara bening binaan-binaan kita.

 “Barangsiapa mewariskan kebiasaan-kebiasaan baik maka dia akan mendapatkan terus pahala dari kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh yang mengikutinya” (Al Hadits)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar