salam

Minggu, 26 Juni 2011

Seri Materi Keakhwatan (by Cahyadi T, dkk)


Tujuan Tarbiyah Islamiyah
bagi Akhwat Muslimah
(Ahdafut Tarbiyah lil Mar’ah Al Muslimah)


Pembinaan (tarbiyah) bagi para akhwat muslimah memiliki tujuan yang utama dan luhur. Wanita bukanlah manusia kelas dua dibandingkan dengan laki-laki, oleh karenanya mereka harus mendapatkan hak untuk dididik dan dibina dalam Islam. Potensi para wanita telah ditunjukkan dalam sepanjang sejarah gerakan Islam sejak zaman pertama di masa kenabian. Potensi tersebut tidak akan muncul tanpa adanya pembinaan yang tadaruj (bertahap) dan istimrar (terus menerus).
Tujuan tertinggi dari proses tarbiyah, menurut Muhammad Quthb adalah membentuk manusia yang baik, sebagaimana ungkapan Al Qur'an:
"Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kalian adalah yang paling bertaqwa" (Al Hujurat: 13).
Sedangkan tujuan Tarbiyah Islamiyah secara umum, sebagaimana dituliskan Dr. Ali Abdul Halim Mahmud,  adalah, “Menciptakan keadaan yang kondusif  bagi manusia untuk hidup di dunia secara lurus dan baik, serta hidup di akhirat dengan naungan ridha dan pahala Allah swt”.
Bagi kalangan wanita muslimah, tujuan tarbiyah Islamiyah apabila dijabarkan ada beberapa bagian penting sebagai berikut:
  1. Tujuan Tarbiyah bagi Pribadi Wanita Muslimah
Tujuan tarbiyah Islamiyah bagi akhwat muslimah, pada dasarnya ditujukan kepada diri pribadinya terlebih dahulu, sebelum akhirnya nanti memberikan kontribusi bagi yang lain. Adapun tujuan tarbiyah bagi pribadi wanita muslimah adalah:
    1. Membentuk Syakhshiyah Muslimah Mutakamilah
Tujuan tarbiyah pada akhwat muslimah pertama kali adalah membentuk kepribadian sebagai muslimah yang paripurna. Seluruh aspek kemanusiaan muslimah hendaknya ditumbuhkan sehingga akan melahirkan potensi yang optimal. Baik segi ruhaniyah (spiritual), fikriyah (intelektual), khuluqiyah (moral), jasadiyah (fisik), dan amaliyah (operasional).
Menurut Syaikh Hasan Al Banna, kepribadian Islam meliputi sepuluh aspek, meliputi hal-hal sebagai berikut:
·        Salimul Aqidah. Setiap individu dituntut untuk memiliki kelurusan aqidah yang hanya dapat mereka peroleh melalui pemahaman terhadap Al Qur’an dan As Sunnah.
·        Shahihul Ibadah. Setiap individu dituntut untuk beribadah sesuai dengan tuntunan syari’at. Pada dasarnya ijtihad bukanlah hasil ijtihad seseorang karena ibadah tidak dapat diseimbangkan melalui penambahan, pengurangan,  atau penyesuaian dengan kondisi dan kemajuan zaman.
·        Matinul Khuluq. Setiap individu dituntut untuk memiliki ketangguhan akhlaq sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu dan syahwat.
·        Qadirun alal Kasbi. Setiap individu dituntut untuk mampu menunjukkan potensi dan kreativitasnya dalam kebutuhan hidup.
·        Mutsaqaful Fikri. Setiap individu dituntut untuk memiliki keluasan wawasan. Ia harus mampu memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengembangkan wawasan.
·        Qawiyul Jismi. Setiap individu dituntut untuk memiliki kekuatan fisik melalui sarana-sarana yang dipersiapkan Islam.
·        Mujahidun linafsihi. Setiap individu dituntut untuk memerangi hawa nafsunya dan mengokohkan diri di atas hukum-hukum Allah melalui ibadah dan amal shalih. Artinya, setiap pribadi dituntut untuk berjihad melawan bujuk rayu setan yang menjerumuskan manusia ke dalam kebathilan dan kejahatan.
·        Munazhamun fi Syu’uniha. Setiap individu dituntut untuk mampu mengatur segala urusannya sesuai dengan aturan Islam. Pada dasarnya segala pekerjaan yang tidak teratur hanya akan berakhir pada kegagalan.
·        Harisun ala Waqtihi. Setiap individu dituntut untuk mampu memelihara waktunya sehingga akan terhindar dari kelalaian. Setiap individu juga dituntut untuk mampu menghargai waktu orang lain sehingga tidak akan membiarkan orang lain melakukan kesia-siaan.
·        Nafi’un li Ghairihi. Setiap individu harus menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain.
Tarbiyah bagi wanita muslimah hendaknya mampu menumbuhkembangkan berbagai sifat positif dalam kepribadian, sehingga lahirlah pribadi mempesona, buah dari proses tarbiyah yang berkesinambungan.
    1. Membentuk Syakhshiyah Da’iyah
Setelah kepribadian Islam pada diri wanita muslimah terbentuk, mereka harus dipersiapkan pula untuk menjadi aktivis dakwah atau da’iyah. Islam tidak hanya menuntut seseorang untuk shalih secara individual, akan tetapi juga shalih secara sosial. Untuk itulah tarbiyah menghantarkan wanita mulsimah untuk memiliki kepribadian sebagai da’iyah yang aktif mengajak masyarakat melakukan kebaikan dan mencegah mereka dari keburukan.
Allah Ta’ala menyebutkan amar ma’ruf dan nahi munkar sebagai karakter pokok laki-laki dan perempuan yang beriman :
Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (At Taubah 9 : 71).
Al Qurthubi dalam tafsirnya ketika mengomentari ayat ini menjelaskan, “Allah Ta’ala menjadikan amar ma’ruf dan nahi munkar sebagai pembeda antara golongan mukmin dengan golongan munafiq. Orang-orang yang beriman selalu menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan puncaknya ialah menyeru manusia (berdakwah) ke jalan agama Allah”.
Para wanita muslimah generasi pertama Islam telah terlibat dalam berbagai medan perjuangan dakwah dan jihad. Mereka hasil didikan rasul mulia Saw, yang telah menghantarkan para wanita muslimah kepada sebuah jalan lurus, jalan dakwah yang pernah dilalui Nabi-nabi terdahulu.
    1. Memberikan pelatihan amal dan pengalaman
Tarbiyah bagi wanita muslimah juga diharapkan memberikan pelatihan (tadrib) amal dan pengalaman (tajribah) di lapangan. Para akhwat harus mendapatkan pelatihan amal yang memungkinkannya memiliki penguasaan medan yang bagus. Pelaku dakwah harus memiliki pengalaman yang luas dan penguasaan yang matang, sehingga berbagai amanah bisa dikerjakan dengan optimal.
Tarbiyah bukan hanya berbentuk forum kajian keilmuan, akan tetapi ia juga praktek di lapangan. Para akhwat muslimah dilatih dengan penunaian tugas-tugas dakwah, semenjak melakukan dakwah fardiyah, melakukan dakwah ‘amah di masyarakat, maupun dakwah khashah yaitu mentarbiyah akhwat muslimah yang lain. Selain itu juga dilibatkan dalam kegiatan kepanitiaan ataupun kelembagaan, sehingga memiliki pengalaman yang luas dalam berbagai medan dakwah.
Kepanitiaan dalam suatu kegiatan tertentu penting untuk melatih akhwat muslimah agar memiliki kemampuan beramal jama’i dan melatih kemampuan manajerial maupun leadership mereka. Selain itu juga penting untuk menumbuhkan ruh ukhuwah dan ruh berjama’ah di kalanganakhwat, menumbuhkan rasa tanggung jawab dan amanah, bahkan menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap sistem tarbiyah.
Kepanitiaan seminar atau tabligh akbar, termasuk panitia lomba atau festival, dan lain-lain kegiatan, merupakan sarana latihan yang baik bagi tumbuhnya kepekaan dan tanggung jawab para akhwat muslimah menyelesaikan amanah-amanah secara profesional.
Untuk melatih kemampuan berorganisasi, merancang kegiatan, berinteraksi dengan berbagai macam kalangan dan sifat manusia, maka aktivitas dalam kepengurusan sebuah organisasi adalah sarana pelatihan yang amat baik. Organisasi yang direkomendasikan kepada para akhwat untuk mereka bisa aktif di dalamnya bisa organisasi dakwah, ataupun organisasi pada umumnya.
Untuk organisasi umum, yang direkomendasikan hanyalah jenis organisasi yang aman dari segi ideologis, politis maupun praktis. Dengan aktif di dalamnya, akhwat muslimah bisa memberikan kontribusi pemikiran, sebagian tenaga dan waktu untuk mewarnai dan memperbaiki dari dalam. Selain itu, akan menjadi sebuah “jembatan” yang menghubungkan kepentingan-kepentingan dakwah dengan organisasi tersebut, atau dengan masyarakat melalui organisasi.
    1. Memberikan ketrampilan praktis
Para wanita muslimah hendaknya dibekali pula dengan berbagai ketrampilan teknis dan praktis yang akan membantunya mengerjakan amanah dakwah secara tepat. Ketrampilan berumah tangga adalah salah satu bekal yang mendasar bagi para wanita muslimah untuk menciptakan suasana dan komunikasi yang mendukung bagi kebaikan dakwah dalam rumah tangga. Ketrampilan memasak, menjahit, berhias, menata rumah dengan cepat dan tepat, adalah contoh ketrampilan praktis kerumahtanggaan. Termasuk ketrampilan pertolongan pertama pada kecelakaan atau mushibah dalam kehidupan rumah tangga, diperlukan oelha pra wanita muslimah.
Dakwah menghajatkan munculnya para politisi muslimah yang mampu bermain politik secara cerdas dan Islami. Oleh karena itu ketrampilan praktis komunikasi politik, berorasi, menyampaikan pendapat, mengkritik, menyusun argumen bahkan membuat dan menyampaikan makalah merupakan kebutuhan dalam rangka memenuhi tuntutan dakwah di bidang politik. Tidak semua akhwat harus terjun langsung di bidang politik praktis, akan tetapi semua akhwat harus memiliki kepekaan dan kesadaran politik.
Kemajuan sains dan teknologi telah menghasilkan bermacam-macam produk mutakhir. Sarana informasi dan komunikasi canggih telah tercipta, yang tentu saja bisa banyak membawa manfaat dalam dakwah. Hubungan  antar kota, antar pulau bahkan antar negara sekarang bukan lagi merupakan masalah. Sarana tabligh juga semakin luas, dengan munculnya teknologi radio, televisi, internet, faksimil, telepon dan media-media cetak maupun elektronik. Jika hal ini dikuasai oleh para wanita muslimah tentu akan semakin menambah kemudahan dalam banyak hal di lapangan dakwah.
Dengan demikian berbagai sarana yang tercipta sebagai hasil kemajuan sains dan tekonologi belakangan ini, ikut mendukung program dakwah selama para akhwat muslimah mampu memiliki kunci pengetahuan tentangnya.

  1. Tujuan Tarbiyah bagi Keluarga
Selain tujuan tarbiyah untuk pribadi wanita muslimah, tarbiyah juga memiliki tujuan yang berkaitan dengan keluarga. Berikut adalah tujuan tarbiyah wanita muslimah bagi keluarga:
a.      Mendapatkan suami yang mengaplikasikan syar’iyah dan mendukung dakwah
            Islam meletakkan pernikahan sebagai bagian yang utuh dari keberagamaan seseorang, artinya dengan seseorang beragama Islam padanya dikenakan aturan pernikahan. Rasulullah saw pernah bersabda :
                “Wahai para pemuda, barangsiapa telah mampu di antara kalian hendaklah melaksanakan pernikahan, karena ia dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan (kehormatan). Barangsiapa tidak mampu hendaklah berpuasa, karena ia menjadi benteng perlindungan”  (Riwayat Bukhary, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’i).
Sebagian ulama kita memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan “mampu” dalam hadits di atas adalah kemampuan berjimak. Akan tetapi menilik dari tujuan pernikahan yang sangat agung, yaitu menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah, maka kesiapan dalam bentuk kemampuan berjimak saja tentu tidaklah cukup.
Dalam proses pernikahan harus terjadi upaya mempertemukan banyak kepentingan, dan bukan mempertentangkan kepentingan-kepentingan tersebut.  Ada kepentingan fitrah kemanusiaan, ada kepentingan fikih atau hukum Islam yang mengatur tentang prosesi pernikahan dari awal sampai akhirnya. Ada kepentingan dakwah, bahwa perluasan medan dan pengaruh dakwah, penguatan jaringan, penyebaran potensi SDM ke berbagai daerah merupakan aspek-aspek kepentingan dakwah dalam pernikahan. 
Tarbiyah bagi wanita muslimah diharapkan mengarahkan proses pernikahan yang sesuai kaidah syar’iyah dan kemaslahatan dakwah. Wanita muslimah bisa mendapatkan suami yang mendukung dakwah dan mengoptimalkan berbagai potensi positif setelah menjalani kehidupan berumah tangga. Tanpa tarbiyah, orientasi mendapatkan suami sering kali terjebak dalam hal-hal yang bersifat materi dan keduniaan semata.
Banyak dijumpai proses pernikahan yang tidak berada dalam koridor syariat. Para wanita muslimah menikah dengan laki-laki yang tidak memiliki komitmen syariah, juga tidak memiliki dukungan riil terhadap dakwah. Proses tarbiyah memahamkan dan juga menanamkan nilai pentingnya membentuk keluarga, diawali dengan pemilihan calon suami yang akan memberikan kontribusi optimal bagi dakwah Islam dan kejayaan kaum muslimin.
b.      Terciptanya keluarga yang dipenuhi oleh pengarahan Islam
Tujuan tarbiyah Islamiyah bagi para wanita muslimah mencakup pula pembentukan keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah dan dipenuhi oelh pengarahan (taujih) Islam. Keluarga yang penuh barakah karena didirikan di atas motivasi ibadah. Dengan tarbiyah, diharapkan para wanita muslimah mengerti posisi, peran dan tanggung jawabnya dalam rumah tangga.
Betapa banyak keluarga muslim yang tidak memiliki kebahagiaan dalam berumah tangga. Yang terjadi hanyalah ketegangan hubungan dan komunikasi yang tidak lancar antara suami dan isteri. Mereka saling menuntut hak masing-masing dengan mengabaikan kewajiban terhadap yang lain. Kondisi ini tentu sangat jauh dari ideal, dan akan menyebabkan munculnya berbagai macam patologi sosial yang membahayakan tatanan umat secara keseluruhan.
Keluarga yang sakinah adalah tuntutan syari’at Islam, karena dengan kebaikan keluarga akan baik pula masyarakat dan bangsa. Menurut Hibbah Rauf Izzat, dalam Islam keluarga adalah unit yang sangat mendasar di antara unit-unit pembangunan alam semesta. Ismail Raji Al Faruqi bahkan menganggap keluarga merupakan infrastruktur bagi masyarakat Islam yang bersaing dengan infrastruktur masyarakat lain di dalam mewujudkan tujuan-tujuan konsep istikhlaf.
Oleh karenanya keluarga harus menjadi basis dari upaya memulai dan melakukan kebaikan. Keluarga yang diliputi oleh suasana cinta dan kasih sayang di antara anggotanya, akan menyebabkan kekokohan dan ketangguhan keluarga tersebut dalam mengemban misi dakwah Islam.
Allah telah berfirman :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa cinta kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir (Ar Rum: 21).
Tarbiyah bagi akhwat muslimah diharaplkan mampu memberikan motivasi yang kuat untuk mensuasanakan keluarga agar senantiasa berada dalam ruang lingkup pengarahan Islam, dan tidak keluar dari hal tersebut. Jika isteri yang dalam rumah tangga menjadi pengelola (rabatul bait) tidak tersentuh tarbiyah Islamiyah, bisa menyebabkan disorientasi dalam keluarga. Pengarahan Islam bisa ditinggalkan, sehingga rumah tangga berjalan tanpa kepastian arah yang dikehendaki Islam.
Para wanita muslimah yang tidak berada dalam suasana pentarbiyahan, sering mengelola rumah tangga tidak dengan sebusah kesadaran yang utuh bahwa mereka sedang membangun peradaban besar. Banyak yang terjebak dalam pemahaman yang parsial dan prtagmatis, bahwa berkeluarga semata-mata menyalurkan kebutuhan dan naluri untuk hidup bersama suami isteri, tanpa sebuah misi yang amat sakral dan suci. Tarbiyah yang memberikan penguatan kepada setiap pihak, baik laki-laki maupun wanita muslimah, bahwa berkeluarga adalah bagian utuh untuk menciptakan peradaban masa depan, oleh karenanya harus tersuasanakan dalam pengarahan Islam.
    1. Membentuk keluarga yang terlibat dalam amal Islami
Tarbiyah bagi akhwat muslimah diharapkan akan mendorong terbentuknya keluarga yang berkhiudmat untuk Islam. Seluruh anggota keluarga terlibat dalam amal Islami, dalam berbagai bidang kehidupan.  Semenjak sebelum menikah, para akhwat muslimah telah diarahkan oleh proses tarbiyah untuk aktif terlibat dalam amal Islami. Setelah berkeluarga, tarbiyah tetap mengarahkan para akhwat untuk mengambil peran yang signifikan dalam upaya perbaikan masyaraikat.
Tanpa tarbiyah, banyak keluarga muslim sekedar menjadi baik untuk mereka sendiri, tanpa memiliki kepedualian untuk mengajak pihak lain berada\dalam barisan kebaikan. Tentu saja tidak cukup menjadi baik secara individual, sebab Allah menuntut kaum muslimin untuk menjaga keluarganya dari api neraka:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (At Tahrim: 6).
Pada kenyataannya, menjaga diri dan keluarga tidak bisa dilakukan sendirin, karena kita berada dalam kehidupan bersama masyarakat luas. Sebaik apapun sebuah keluarga apbila berada dalam lingkungan yang jelek, akan sanggup menghancurkan kebaikan tersebut secara perlahan. Kenyataan ini menunjukkan pentingnya seluruh komponen masyarakat terlibat dalam preoses tarbiyah Islamiyah 8untuk memperbaiki diri, sehingga akan menjadi baik pula keluarga dan masyarakat.
Kaum muslimah yang menjadi bagian dari anggota keluarga perlu dipersiapkan untuk menjadi pelaku amal Islami yang terlibat secara aktif untuk menjadi agen perubahan. Memperbaiki dan membimbing masyarakat bukanlah pekerjaan yang bisa dilaksanakan hanya oleh kaum laki-laki. Pada kenyataannya, kehidupan bermasyarakat banyak ditentukan oleh kebaikan semua anggotanya, baik laki-laki maupun wanita. Dengan demikian, pengarahan masyarakat agarsesuai dengan nilai Islam juga menjadi bagian utuh dari proyek akhwta ,muslimah.
Tarbiyah merupakan sebuah proses yang mendidik orientasi namun juga ilmu dan ketrampilan bagi akhwat muslimah untuk bisa mengambil peran dalam amal Islami bersama dengan semua anggota keluarga yang lain. Suami dan anak-anak apabila tidak memiliki keterlibatan dalam amal Isalmi harus diorong oleh para isteri muslimah agar bersemangat menunaikan peran perbaikan masyarakat.
  1. Tujuan Tarbiyah bagi Masyarakat
Tarbiyah bagi akhwat muslimah bukan hanya bertujuan untuk kebaikan diri dan keluarganya, akan tetapi juba memiliki tujuan yang lebih luas lagi yaitu untuk masyarakat. Tarbiyah tidak akan mencetak sosok pribadi yang puritan, anti sosial, dan tidak mengenal masyarakat. Justru diharapkan dengan tarbiyah akan mengoptimalkan peran-peran penting di tengah komunitas masyarakat.
Di antara tujuan tarbiyah wanita muslimah dalam kaitannya dengan masyarakat adalah:
a.      Menumbuhkan kepekaan dan jiwa  sosial muslimah
Tarbiyah bertujuan untuk membentuk akhwat muslimah yang memiliki kepekaan dan jiwa sosial, yang menyebabkan mereka tanggap terhadap problematika sosial kemasyarakatan. Mereka nantinya diharapkan menjadi pekerja sosial yang concern dengan permasalahan keumatan, dan terlibat dalam penyelesaian masalah-masalah umat. Sebagaimana kaum laki-laki, mereka dilarang berpangku tangan melihat ketidakbaikan melanda masyarakat.
Kadang dijumpai adanya kenyataan, akhwat muslimah asyik dengan dunianya sendiri srta tidak mempedulikan kondisi lingkungan. Mereka tidak memiliki kepekaan sosial yang cukup, sehingga tidak mempedulikan perkembangan dunia di sekitar dirinya. Tetangga yang kelaparan, perlu pertolongan dan perhatian, harus diketahui dengan baik oleh para akhwat muslimah. Berbagai realitas yang dekat dengan tempat tinggalnya tidak boleh terlupakan oleh karena keasyikan memperhatikan diri sendiri dan keluarga.
Hal ini menuntut wawasan sosial kemasyarakatan yang luas sehingga terpetakan secara tepat permasalahan-permasalahan yang tengah berjangkit di masyarakat. Dengan pengetahuan akan kondisi sosial tersebut, para wanita muslimah akan bisa tepat mengambil peran perbaikan. Bersosialisasi dengan lingkungan, mengakses banyak media dan membuka diri terhadap informasi merupakan lamngkah untuk melatih kemampuan sosial.
Kepekaan dan jiwa sosial ini memang harus senantiasa diasah agar tidak tumpul, dengan sebuah proses tarbiyah. Dengan demikian tarbiyah bukanlah proses yang eksklusif dengan perhatian yang senantiasa ke dalam diri sendiri, akan tetapi bermuatan inklusif dengan perhatian terhadap patologi sosial. Para akhwat musli,mah bisa melakukan diskusi dan saling tukar infdormasi dalam forum tarbiyah tentang perkembangan dan permasalahan aktual masyarakat dunia, masyarakat Indonesia, maupun dalam ruang lingkup yang lebih sempit yaitu masyarakat sekitarnya.
Lewat diskusi dan dialog sepeutar permasalahan sosial tersebut, diharapkan akan memunculkan kencederungan diri kepada urusan umat. Bukan mengasingkan diri dalam benteng-benteng kesucian yang terasing dari wilayah permasalahan riil kemasyarakatan.
    1. Mempersiapkan akhwat untuk peran-peran peradaban
Akhwat muslimah memiliki tugas dan peran yang sangat besar dan penting dalam sepanjang sejarah kemanusiaan. Ia bukan saja rahim tempat bersemainya para pemimpin peradaban, akan tetapi para akhwat muslimah adalah pendidik para pelaku sejarah dari zaman ke zaman; yang oleh karena itu ia lebih dari sekedar pelaku sejarah itu sendiri. Ada peran besar yang harus dilakukan wanita muslimah untuk kebaikan diri dan umat secara keseluruhan, yaitu peran pembangunan peradaban:
“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan mernjadi aman sentosa"  (An Nur:55)
Peran peradaban yang harus ditunaikan oleh para akhwat mulsimah, di antaranya adalah melahirkan dan mendidik generasi berkualitas, terlibat dalam urusan sosial, ekonomi, politik, pemerintahan, juga menunaikan kewajiban dakwah, amar makruf serta nahi mungkar. Mereka adalah pelaku aktif dalam aktivitas kontemnporer di masa sekaranag, namun juga pewaris nilai-nilai kebaikan bagi generasi yang akan datang.
Allah Ta’ala telah memberi peringatan agar setiap muslim dan muslimah tidak membiarkan kemungkaran yang potensial meruntiuhkan peradaban terjadi tanpa usaha pencegahan:
“Dan peliharalah drimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian” (Al Anfal : 25).
Ayat di atas adalah sebuah peringatan keras dari Allah Ta’ala, apabila kemungkaran telah dibiarkan terjadi, maka adzab Allah ditimpakan secara merata, tidak hanya kepada pelaku kezaliman saja. Ibnu Abbas mengomentari ayat tersebut berkata, “Allah memerintahkan orang-orang beriman agar tidak menyetujui kemungkaran di tengah-tengah mereka. Apabila mereka mengakui kemungkaran itu maka adzab Allah akan menimpa mereka semua, baik yang melakukannya maupun yang tidak melakukan”.
Zainab binti Jahsy bertanya kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulallah, apakah kami akan binasa juga sedang ada di antara kami orang-orang yang masih melakukan kebaikan?” Rasulullah saw menjawab, “Ya, apabila kejahatan telah merata” (riwayat Muslim).
Peran-peran besar tersebut kadang terlu[pakan dari kesadaran para muslimah pada umumnya, karena tarikan ke arah pragmatisme menghadapi realitas hidu[p yang lebih dominan. Untuk itu diperlukan tarbiyah Islamiyah yang akan menyadarkan dan mendidik para akhwat akan tugas-tugas besar tersebut, sekaligus menyiapkan para muslimah untuk mampu mengambil peran dan kontribusi.
c. Mempersiapkan akhwat untiuk peran kepemimpinan
                Pada sebagian kalangan kaum muslimin terdapat pemahaman bahwa para akhwat muslimah hendaknya lebih banyak tinggal di rumah, dan tidak boleh mengambil peran kepemimpinan publik karena dianggap bukan merupakan wilayah kaum perempuan. Mereka menggunakan argumen firman Allah:
            “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu” (Al Ahzab: 33).
Padahal para mufasir memahami bahwa ayat ini ditujukan kepada isteri-isteri Nabi saw. Kendati demikian, Aisyah ra, perempuan yang paling mendalam pengetahuan agamanya, tidak merasa terhalang keluar rumahnya, dari Madinah menuju Basrah, memimpin pasukan yang di dalamnya ada pasukan laki-laki, dua di antaranya termasuk dalam sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Dengan demikian ayat ini tidak bisa digunakan untuk dalil pelarangan perempuan dalam kancah sosial maupun politik.
            Sekalipun pada contoh perang Jamal tersebut Aisyah kemudian menyesali apa yang telah diperbuatnya, hal itu bukan karena perbuatannya dipahami sebagai melanggar syariat. Penyesalan itu, menurut Yusuf Al Qardhawi, disebabkan oleh ketidaktepatan dalam mengambil keputusan politik. Berarti ini merupakan masalah lain.
            Ibnu Hazm seorang ulama madzhab Hanbali dalam kitab Al Muhalla berpendapat bahwa jabatan yang tidak boleh diserahkan kepada perempuan hanyalah ri’asah ad daulah  atau pemimpin negara. Kepemimpinan dalam wilayah umum seperti itu dimana padanya bermuara seluruh urusan kaum muslimin, tidak diberikan kepada perempuan. Tetapi para ualama berbeda pendapat tentang pengangkatan perempuan di luar khalifah atau pemimpin tertinggi dalam suatu negara, dengan demikian, menurut Qardhawi, dalam hal ini terbuka pintu ijtihad.
Dalam kaitan dengan kepemimpinan perempuan, Dr. Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa   kepemimpinan kaum laki-laki atas kaum perempuan lebih cenderung kepada permasalahan kehidupan dalam keluarga. “Adapun kepemimpinan sebagian perempuan atas sebagian laki-laki di luar lingkup keluarga, tidak ada nash yang melarangnya. Dalam hal ini, yang dilarang adalah kepemimpinan umum seorang perempuan atas kaum laki-laki”, demikian pendapat Yusuf Qardhawi.
Dengan demikian para akhwat harus disipkan untuk mengemban amanah kepemimpinan dalam berbagai urusan, khususnyan yang menyangkut masalah kaum wanita. Tarbiyah Islamiyah mencetak bukan saja kader, akan tetapi pemimpin yang memiliki potensi dan ketrampilan dalam memimpin.
  1. Tujuan Tarbiyah bagi Dakwah
Tarbiyah juga diharapkan memberikan kontribusi bagi aktivitas dakwah Islamiyah, bukan hanya bagi individu, keluarga ataupun masyarakat. Di antara tujuan tarbiyah wanita muslimah yang berhubungan dengan dakwah adalah:
a.      Terpenuhinya kualifikasi Sumber Daya Muslimah yang berpotensi di berbagai bidang
Dakwah Islam memerlukan kompetensi kritis dari berbagai spesifikasi keilmuan maupun keahlian. Hal itu tidak mungkin terhimpun dalam diri satu personal saja, melainkan harus merupakan akumulasi dari sekian banyak potensi muslimah. Dengan demikian tarbiyah diharapkan mampu memenuhi kebutuhan kualifikasi sumber daya muslimah dari berbagai bidang yang diperlukan dakwah.
Dakwah Islam tidak hanya memerlukan para ustadz dan ustadzah yang memiliki kapasitas syari’ah yang akan mampu menjelaskan Islam kepada masyarakat secara jelas dan benar. Akan tetapi dakwah memerlukan kehadiran para wanita muslimah yang menjadi dokter, teknolog, politisi, ekonom, praktisi hukum, farmasis, pekerja seni, sastra dan kebudayaan. Demikian juga keperluan dakwah amat tinggi terhadap ahli pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, manajemen perusahaan, akuntan, jurnalis, juga pekerja media massa pada umumnya.
Mereka harus tertumbuhkan kapasitas keislamannya dengan proses tarbiyah. Di bidang kesehatan masih banyak yang dijumpai tenaga kesehatan laki-laki yang mengelola pasien perempuan dan sebaliknya, dengan alasan keterbatasan tenaga dan kemampuan. Hal ini misalnya tampak pada kebutuhan akan dokter spesialis obstetri ginekologi (kebidanan dan kandungan) dari kalangan wanita muslimah, agar urusan tersebut tidak ditangani oleh dokter ahli laki-laki ataupun wanita nonmuslimah.
b.      Terwujudnya perluasan wilayah kerja dakwah
Tarbiyah di kalangan akhwat muslimah juga diharapkan bisa memenuhi kebutuhan tanaga dakwah di berbagai wilayah. Kadang dijumpai fenomena aktivis dakwah berkumpul di perkotaan besar saja. Padahal kebutuhan dakwah terhadap para muslimah da’iyah bukan hanya di perkotaan atau kampus, akan tetapi harus menyebar ke berbagai lingkungan agar semangat berislam merambah ke seluruh pelosok negeri.
Apabila jumlah akhwat muslimah yang sudah mengalami proses tarbiyah hanya sedikit, maka penyebarannyapun akan terbatas di daerah tertentu. Semakin banyak akhwat muslimah tertarbiyah, akan semakin luas pula wilayah garapan dakwahnya. Jika selama ini banyak daerah dan lahan dakwah belum tergarap, semata-mata karena keterbatasan tenaga yang dimiliki.
Semestinyalah dakwah Islam disebarluaskan ke berbagai penjuru dan berbagai kalangan sebagaimana Allah telah mengutus RasulNya untuk seluruh umat manusia:
Katakanlah: Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua” (Al A’raf :158).
Dalam ayat yang lain Allah menegaskan :
Dan tidaklah Kami utus engkau (wahai Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam” (Al Anbiya: 107).
Di daerah pedesaan, di kalangan para buruh perempuan, para ibu-ibu pedagang, bahkan anak-anak jalanan dan pekerja seks komersial, para akhwat belum banyak terlibat mendampingi mereka. Sementara ini yang lebih banyak berhubungan dengan kelompok masyarakat tersebut justru dari kalangan LSM yang tidak memiliki visi dakwah islam. Sudah saatnya para akhwat muslimah menyebarkan potensinya ke berbagai bidang garap dan juga daerah-daerah yang masih kosong belum ada pelaku dakwah muslimah di tempat itu.
Dengan kegiatan tarbiyah, tercetaklah tenaga aktivis yang bisa disebarkan untuk melakukan dakwah di berbagai sektor kehidupan. Perluasan wilayah dakwah menjadi bisa terwujud apabila tersedia semakin banyak akhwat muslimah yang memiliki kepribadian Islam dan kepribadian aktivis.
c.       Termotivasinya akhwat muslimah untuk menjalin kerjasama dakwah dengan oganisasi wanita Islam pada khususnya dan berbagai lapisan masyarakat pada umumnya.
Salah satu misi dakwah adalah menjadi pemersatu dari berbagai elemen masyarakat muslim. Selama ini amat banyak dijumpai organisasi wanita Islam, ataupun organisasi perempuan pada umumnya yang telah bekerja untuk perbaikan masyarakat. Para akhwat muslimah, dengan tarbiyah diharapkan akan memunculkan semangat melakukan silaturtahim dan kerja sama dengan berbagai elemen masyarakat tersebut.
Dakwah tidak akan bisa mencapai tujuan jika dikerjakan sendirian, atau oleh sebuah kelompok tertentiu saja. Akan tetapi semaksimal mungkin melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk bisa saling mensinergikan kegiatan antara satu dengan yang lainnya, sehingga menjadi potensi yang saling menguatkan, bukan melemahkan. Kerja sama dakwah dimulai dengan silaturahim antar lembaga, untuk kemudian menindaklanjutinya dengan program bersama atau kesepakatan dalam berbagai sisi yang positif.
Allah Ta’ala telah memerintahkan kaum muslimin agar saling tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa, sebagaimana firmanNya :
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (Al Maidah: 2).
Dakwah termasuk urusan kebajikan dan ketaqwaan oleh karenanya harus dilakukan dengan saling ta’awun, tolong menolong di dalamnya. Lebih dari itu, Allah mencintai keteraturan dan kerapian, sebagaimana firmanNya :
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalanNya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” (Ash Shaf : 4).
Tarbiyah mendorong para akhwat melakukan upaya perluasan dakwah, dengan kerja sama dengan berbagai pihak. Kadang diperlukan pula penyebaran rtenaga aktivis dakwah ke dalam berbagai lembaga kemasyarakatan, terutama yang berkaitan dengan dunia wanita. Lembaga atau organisasi-organisasi kewanitaan tersebut akan terwarnai pula dengan nilai-nilai kebaikan apabila para akhwat muslimah terlibat dalam pengelolaan atau kepengurusannya.
Berbagai program dalam kegiatan tarbiyah, mengarahkan para akhwat muslimah untuk berpikiran dan berwawasan luas. Tarbiyah mengajarkan para akhwat muslimah menebar kebajikan di setiap tempat di setiap waktu, salah satunya dengan berbagai upaya kerja sama lembaga dan keterlibatan dalam kelembagaan atau organisasi kemasyarakatan khususnya yang mengelola urusan kaum wanita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar