salam

Selasa, 06 September 2011

Pembiaran

oleh Annis Matta

Seperti ketika Rasulullah SAW tertawa-tawa menyaksikan Aisyah dan Saudah saling bertengkar dan saling menimpuk wajah mereka dengan kue, atau seperti ketika Ummu Salamah menjawab enteng pertanyaanAnas bin Malik tentang Rasulullah SAW yang selalu refleks mencium Aisyah tapi tidak begitu dengan beliau, kita semua belajar tentang sebuah fakta bahwa ternyata cinta memang punya mekanismenya sendiri dalam menyelesaikan masalah-masalahnya.

Pembiaran.

Yah, pembiaran. Mereka dengan sengaja membiarkan sebagian masalah itu terjadi. Dan tidak memikirkannya. Apalagi menyelesaikannya. Karena tidak semua masalah memang harus dipikirkan. Karena tidak semua masalah memang harus diselesaikan. Karena memang ada banyak masalah yang selesai karena tidak dipikirkan dan tidak diselesaikan. Persis seperti ketika kita membiarkan seorang bocah kecil menangis dan tidak menghiraukannya, ia akan berhenti dengan sendirinya. Sebab memang ada ”ruang pelepasan jiwa” yang mengharuskan kita ”tega” menyaksikannya untuk lepas bebas, sembari menanti dengan cukup ”yakin” bahwa ia akan kembali tenang dengan sendirinya.

Bahkan misalnya Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa menangis itu bagus untuk kesehatan jantung anak-anak, sebenarnya menangis juga bagus untuk perempuan, khususnya untuk kehalusan kulit mereka.

Jadi mekanisme pembiaran menuntut adanya keyakinan dari sedikit ketegaan.



Pada tamsil yang lain kita bisa belajar dari mekanisme kerja tubuh yang sehat. Badan sehat menyembuhkan penyakitnya sendiri, khususnya penyakit-penyakit kecil. Selain memiliki imunitas sebagai sistim perlindungan tubuh, badan sehat juga menyelesaikan penyakit-penyakit kecil seperti flu, pilek dan demam melalui istirahat atau tidur yang cukup. Jadi tidak semua penyakit harus dibawa ke dokter. Walau itu tidak harus berarti bahwa bukan karena merasa sehat maka kita merasa tidak memerlukan dokter.

Begitu juga cinta, punya mekanisme pembiaran. Semacam toleransi bahwa masaalah-masalah yang muncul ini bukan suatu bahaya yang mengancam hubungan jangka panjang. Tapi hanya riak-riak yang menghiasi keteduhan laut. Bahkan seringkali masalah-masalah itu justru menyimpan berkah terselubung. Misalnya cemburu. Sering kali keluar ia dibahasakan dengan tudingan dan tuntutan. Tapi sebenarnya kedalam ia membangun kesadaran introspeksi diri yang lebih baik. Kenapa bisa begitu? Karena cemburu berbaur secara kimiawi dengan bahan dasar cinta, dicampur rasa malu, digabung egoisme. Yang keluar cinta juga akhirnya. Walaupun mungkin sudah ”babak belur” dalam pembahasan.

Jadi semua yang tumbuh dari bibit cinta pada akhirnya akan berbuah cinta juga.

Ujian paling berat bagi pecinta sejati adalah keyakinannya terhadap kesejatian cintanya sendiri, dan keyakinannya pada kekuatan cinta untuk terus-menerus melahirkan kebajikan-kebajikan. Pembiaran adalah tampak manajerial dari keyakinan itu.

Sumber : Serial Cinta, Majalah Tarbawi Edisi 137 Th.8 Rajab 1427H/ 17 Agustus 2006M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar